Kamis, 11 Desember 2008

ARTIKEL


KELIRUMOLOGI NATAL

Istilah kelirumologi pertama kali dicetuskan oleh Jaya Suprana, budayawan asal Semarang. Karena itu, Jaya Suprana dikenal sebagai kelirumologi. Istilah kelirumologi merujuk pada kekeliruan-kekeliruan -- baik makna kata atau pun fakta sebenarnya dari sebuah kejadian, yang karena sudah terlanjur biasa dipergunakan, diucapkan, dan didengar, tidak lagi dirasakan sebagai suatu kekeliruan. di kalangan orang kristiani pun berlaku kelirumologi. Contohnya, anggapan bahwa Yunus ditelan ikan paus. Hal ini keliru karena selain paus bukan sejenis ikan, melainkan mamalia, Alkiktabpun tidak pernah menyebutkan nama ikan Paus, tetapi ikan besar (Yunus 1:17). Contoh lain adalah sebutan majelis jemaat. Kita kerap mengatakan, "Pak Sulaiman itu anggota majelis jemaat; bisa penatua, diaken, atau yang lain. Kekeliruan yang sama tampak pada uangkapan, "Saya jemaat gereja anu". Yang benar adalah, "Saya anggota jemaat gereja anu". Jemaat bukan sebutan personal, melainkan komunal. Hal-hal seputar natal ternyata juga memiliki kekeliruan-kekeliruan serupa itu. Berikut adalah beberapa contohnya.

1. Tiga Orang Majus.
Orang Majus telah sekian lama menjadi "misteri". Berbagai studi telah dilakukan untuk mengungkap "jati diri" mereka. Dalam setiap kisah Natal, para Majus selalu digambarkan berjumlah tiga oang. Konon, nama mereka adalah Kaspar, Melkior, dan Baltazar. Film Nativity Story (2006) bercerita tentang orang Majus keempat yang bermana Artaban. Artaban ini "tercecer dari ketiga temannya. Sementara dalam tradisi Timur Kuno, oang Majus dipercaya berjumlah 12 orang. Alkitab sendiri tidak menyebutkan jumlahnya, Matius hanya mencatat "orang-orang Mamjus" (Matius 2:1-12). Memang dalam kisah orang Majus itu disebutkan adanya tiga jenis hadiah yang mereka bawa: mas, kemenyan, dan mur. Akan tetapi, tiga jenis hadiah tersebut tidak serta merta dibawa oleh tiga orang, bukan ? Matius tidak merinci siapa saja mereka; nama, jumlah, dan asal. Tampaknya bagi Matius, detail seperti itu tidak penting karena itu bukanlah informasi utama yang ingin disampaikan. Jauh lebih penting bagi Matius untuk mencatat maksud dan tujuan mereka pergi ke Betlehem, yaitu untuk mencari Raja yang baru lahir.

2. Para Gembala Bertemu Orang Majus di Kandang.
Dalam gambar-gambar di kartu Natal ataupun hiasan di kandang Natal biasa dilukiskan seperti ini: Yusuf dan Maria duduk mengelilingi palungan tempat Bayi Yesus tebaring; di samping mereka tampak gembala-gembala bersama dombanya; di sisi lain para Majus bertelut sambil membawa persembahan mereka. Alkitab tidak pernah menyebutkan pertemuan para Majus dan para gembala berlangsung di kandang. Dan tampaknya mereka memang tidak datang bersamaan. Para gembala datang di kandang Betlehem sesaat setelah Yesus dilahirkan (Lukas 2:16). Semengara itu, orang Majus datang beberapa lama kemudian. Beberfapa petunjuk ke arah fakta demikian adalah ketika Matius menulis, "Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu" (Matius 2:11). Di situ tidak disebutkan "kandang itu". Lalu, perintah Raja Herodes adalah membunuh bayi-bayi berumur di bawah usia dua tahun (Matoius 2:16), bukan bayi yang baru lahir. Lagi pula orang Majus itu datang dari negeri yang jauh.

3. Kamar Kosong untuk Maria dan Yusuf.
Dalam drama Natal biasanya digambarkan begini: Yusuf berjalan menuntun keledai, sementara Maria yang tengah hamil tua duduk diatasnya. Mereka berjalan dari satu penginapan ke penginapan lain, dan selalu dijawab, "Maaf, tidak ada kamar kosong." Jawaban tersebut keliru sebab yang dikatakan Alkitab bukan tidak ada kamar kosong, tetapi tidak ada tempat bagi mereka (Lukas 2:1-7). Jadi, kamar kosong mungkin ada, hanya saja tidak ada tempat bagi Yusuf dan Maria. Hal ini bisa dimengerti mengingat situasi dan kondisi pada waktu itu. Kota Betlehem tengah dipadati orang-orang dari luar kota yang hendak ikut sensus penduduk. Penginapan tentunya menjadi sangat mahal, sedangkan Yusuf dan Maria hanyalah orang-orang sederhana. Lagi pula Maria tengah hamil tua. Jika sampai melahirkan di penginapan, pasti akan sangat merepotkan pemilik penginapan. Belum lagi suara tangis bayi yang bisa mengganggu tamu-tamu lain. Jadi, dari perhitungan bisnis, tentu rugi menerima mereka menginap. Karena itu bagi mereka, maaf saja, tidak ada tempat.

4. 25 Desember Adalah Hari Kelahiran Yesus.
Keliru, sebab pada bulan Desember di Palistina sedang musim dingin. Padahal, ketika hari kelahiran Yesus, Alkitab mencatat kisah pada gembala yang tengah menggembalakan dombanya di padang (Lukas 2:8-20). Saat itu pasti bukan musim dingin. Sebetulnya memang tidak ada tanggal yang pasti mengenai kapan Yesus lahir. Pada zaman itu, perayaan hari kelahiran dianggap sebagai tradisi kafir. Orang-orang Kristiani pun tidak terbiasa melakukannya. Satu-satunya perayaan hari kelahiran yang dicatat dalam Perjanjian BAru adalah ulang tahun Herodes Antipas (Matius 14:6). Gereja perdanba pun hanya merayakan hari kebangkitan Tuhan Yesus. Tanggal 25 Desember semula merupakan perayaan nonkristiani; menyambut kembalinya matahari ke belahan bumi bagian utara. Sekitar akhir abad ke-4 orang-orang Kristiani di kota Roma mengambil alih tanggal itu dan menjadikannya sebagai peringatan kelahiran Yesus --- hari Natal, sampai sekarang. (Sumber Selamat Natal, Andar Ismail).

Itulah beberapa kekeliruan yang terjadi seputar Natal. Akan tetapi dari semua kekeliruan itu, kekeliruan yang paling fatal adalah ketika Natal sudah identik dengan kemeriahan, pesta, hura-hura, dan rupa-rupa pertunjukan acaraq. Entah di rumah,di gereja, atau di mana pun. Seakan-akan natal tanpa semua itu bukan lagi natal, sehingga orang pun lantas lebih sibuk dengan acara, bukan makna; lebih peduli pada bentuk, bukan isi. Tidak heran jika Natal datang pergi, tetapi hanya berlalu tanpa makna, tanpa bekas. Gone with the wind. Ayub Yahya.