Jumat, 26 September 2008

DENGARKAN MEREKA BICARA


PEMILIHAN WARGA HUTAN TERBAIK

Tersebutlah pada suatu hari Raja Rimba hendak memberikan anugerah tahunan kepada anggota masyarakat hutan yang telah berjasa kepada kerajaan, berupa pengangkatannya sebagai warga Hutan Teladan. Maka untuk itu dibentuklah semacam panitia kecil yang akan berperan sebagai tim penilai masing-masing warga yang diajukan sebagai calon penerima anugerah itu. Anggota tim itu terdiri atas wakil-wakil para binatang hutan yang ada di situ. Warga burung, diwakili oleh Burung Nuri. Warga binatang melata diwakili oleh ular Sawah. Warga binatang berkaki empat diwakili oleh Pak Kuda. Warga binatang malam diwakili oleh Si Rase, dan warga para serangga diwakili oleh Labah-labah. Mereka inilah yang akan menentukan kriteria apa yang harus dikenakan agar mereka dapat memperoleh warga yang dinilai benar-benar layak untuk menerima anugerah itu. "Pertama-tama, ia haruslah binatang yang setia." Kata Nuri. "Itu berarti si Anjing. Karena tidak ada binatang lain di hutan ini yang dapat mengalahkan kesetiaan seekor anjing." sahut Pak Kuda. "Tidak bisa." tolak si Rase. "Biar setia, tapi kalau hidupnya kotor, suka makan bangkai dan kotoran, ia tetap dipandang najis."
"Kalau begitu, yang pertama-tama harus binatang yang pembersih, itu ditandai dengan suka mencuci tangannya." Sahut labah-labah cepat. Lalu lanjutnya, "Dan itu berarti, teman kita: Si Lalat."
"Wah, no-way! Tidak bisa,"tolak si Ular, "Lalat itu jelas-jelas bukan binatang pembersih. Ia justru seekor binatang yang munafik. Kelihatannya saja suka membersihkan tagannya setiap saat. Tapi lihatlah, dimana tempat ia hinggap? Sungguh-sungguh tidak bermartabat dia itu."
"Kalau begitu, yang pertama-tama: ia haruslah binatang yang setiawan, yang kedua: pembersih. Dan prassyarat yang ketiga adalah rajin bekerja."celetuk Pak Kuda. "Dan itu berarti saya."
Namun celetukan Pak Kuda ini justru telah menimbulkan reaksi keras. Sampai-sampai ia didemo agar dicabut saja dari kepanitiaan, karena jelas-jelas telah memperlihatkan sikapnya yang terlalu mementingkan diri sendiri. Gemparlah kepanitiaan itu dan tidak sempat menelorkan keputusan apa-apa. Akhirnya Raja Rimba justru membatalkan keputusannya untuk memberikan anugerah itu.
************
Jika kita jadi penjahit, jangan ukur badan sendiri.
Jika kita tidak mengubah diri menjadi orang lain,
mustahil kita dapat memahami mereka.