Kamis, 08 Mei 2008

Renungan



TIDAK TAHU BERTERIMA KASIH


Pada abad ke-18 yang lalu, atau tepatnya pada tahun 1788, di Maroko Afrika Utara terjadi suatu peristiwa yang cukup mengejutkan bagi seorang pangeran kecil berumur sepuluh tahun yang bernama pangeran Abdurrahman. Ketika itu ia sedang mengendarai seekor kuda di dekat sebuah sungai yang sedang banjir dengan dahsyatnya. Lalu tiba-tiba entah mengapa, kuda yang sedang ditungganginya itu melonjak-lonjak secara liar, sehingga sang pangeran yang kecil ini tidak lagi dapat menguasai kuda itu dan terlempar masuk ke dalam sungai yang arusnya sedang menderu-deru. Semua pengawal sang pangeran sangat terkejut melihat keadaan ini, demikian juga oang banyak yang berada di situ. Tetapi untuk sejenak suasana menjadi beku dan mencekam perasaan, oang ingin menolong sang pangeran tetapi takut melihat arus sungai yang dahsyat, jangan-jangan malah jiwa si penolong sendiri yang melayang.

Kebetulan di sana ada seorang anak gembala miskin yang bernama Ali. Tanpa pikir panjang, ia segera melompat ke dalam sungai yang menggila itu dan mencoba untuk menyelamatkan pangeran cilik yang sudah hampir mati kepayahan itu. Dengan susah payah dan dengan segala tenaga yang ada. Ali berhasil menyelamatkan nyawa pangeran Abdurrahman dan membawanya ke tepi sungai. Semua orang menjadik lega dan memuji tindakan Ali yang penuh dengan keberanian itu.

Tiga puluh lima tahun kemudian, setelah terjadinya peristiwa besar di tepi sungai itu, pangeran Abdurrahman dinobatkan menjadi raja Maroko pesta yang sangat meriah. Dengan penuh sukacita rakyat menyambut sang pangeran sebagai pimpinan mereka yang baru. Dan berita ini juga sampai ke telinga Ali yang kini sudah berusia 55 tahun. Ah, demikian pikir Ali yang sederhana ini, aku akan pergi menjumpai sang raja yang mulia, dan aku akan mohon berkat serta kemurahannya untuk menolong hidupku yang miskin ini. Bukankah aku sudah pernah menolong menyelamatkan nyawa sang raja? Maka dengan penuh harapan Ali pergi ke istana serta menghadap raja Abdurrahman. Ali menyembah sujud di hadapan kaki sang raja dan ia berkata bahwa ia mohon kemurahan raja untuk menolong dia yang miskin, sebab ia pernah menolong nyawa raja 35 tahun yang lalu. Raja Abdurrahman termenung sejenak mendengar hal ini, kemudian akhirnya ia berkata: "Baiklah Ali, engkau akan mendapat upahmu." Ah......alangkah senangnya Ali mendengar janji sang raja, ia memandang raja dengan penuh harapan. Sudah terbayang di hadapan matanya kehidupan yang lebih baik dan menyenangkan di hari tuanya. Tetapi, apakah yang terjadi. apakah ia tidak salah mendengar? Sang raja dengan suara yang keras memerintahkan kepada seorang pengawalnya dengan kata-kata sebagai berikut: "Hai pengawal, bawalah orang ini ke dalam penjara dan di sana pancunglah kepalanya sebagai upahnya." Dengan sia-sia Ali mencoba untuk membela dirinya serta mengingatkan bahwa ia pernah menyelamatkan nyawa sang pangeran tetapi sia-sia saja. Tak lama kemudian kepala Ali sudah terpisah dari tubuhnya secara sangat mengerikan.

Bukankah cerita dari Maroko ini mengingatkan kita akan suatu peribabahasa dalam bahasa Indonesia yang mengatakan: air susu dibalas dengan air tuba dan hutang budi dibawa mati? Memang demikianlah sikap daripada banyak orang terhadap pertolongan dan kebaikan yang pernah mereka terima. Pada waktu seseorang dalam keadaan susah dan sulit, ia berharap agar orang lain mau menolong serta membantunya sekuat tenaga, tetapi setelah pertolongan orang lain itu diberikan dan keadaan sudah membaik kembali, sering kali ia lupa akan segala kebaikan dan bantuan yang diberikan oleh orang lain kepadanya. Raja Abdurrahman itu merasa malu bahwa ia sebagai raja yang berkuasa pernah berhutang nyawa kepada seorang gembala compang-camping dan miskin seperti Ali. Bagaimanakah dengan sikap hidup saudara?

Alkitab mengajarkan bahwa sikap hidup yang seperti itu sangat keliru,sebab jelas itu berarti melupakan budi baik orang yang pernah kita terima. Oleh karena itu marilah kita sekalian mempunyai sikap hati yang benar. Janganlah air susu dibalas dengan air tuba, dan biarlah budi yang pernah saudara terima dapat saudara balas dengan segala kemampuan yang ada. Jikalau anda bersikap demikian maka dengan pasti masyarakat di sekitar saudara akan mempunyai penilaian yang positif terhadap diri saudara. Tuhan Yesus mengajarkan dalam Khotbah di bukit satu prinsip yang sangat mulia ----- "Barang apa pun yang kau suka orang akan berbuat kepadamu, sedemikian juga hendaklah kamu perbuat kepadanya."