Senin, 01 Oktober 2007

POJOK SENI & SASTRA

GUNAKAN SAS UNTUK MERAIH NILAI BAGUS

Setiap pelajar yang benar-benar bersekolah tentunya ingin memiliki nilai yang bagus. Dan itu diperoleh melalui kerja keras dibarengi oleh kemauan, tidak datang begitu saja atau kebetul-an.
Sebagai pelajar mempunyai kewajiban untuk belajar, sebab pelajar sekaligus generasi muda yang akan mewarisi segala perjuangan generasi tua. Dan yang namanya belajar bukanlah hanya di bangku sekolah. Kita dapat belajar di manapun kita berada. Lalu, apa sih sebenarnya motif belajar itu? Apa hanya sekadar untuk mendapat nilai bagus, atau agar pintar? Silakan jawab dalam hati Anda.
Sekarang ini para pelajar menggunakan dua sistem belajar, yaitu belajar dengan SKS (Sistem Kebut Semalam) dan SAS (Sistem Ala Semut). Dan sistem belajar SKS-lah yang paling sering dipakai. Paling mengerikan jika ia menggunakan SKS sewaktu menghadapi UAN atau Semester.
Wahai, pelajar, sebaiknya gunakanlah SAS. Jangan andalkan “jimat” atau “makan” teman sendiri untuk meraih nilai bagus. Anda akan lebih puas dan bangga bila mendapat nilai bagus dari hasil jerih payah sendiri. Belajarlah kepada semut. Perhatikan lakunya dan jadilah bijak. Belajar dan belajar, maka Anda akan pintar. Siapa yang tidak senang?

(GIBSON HUTABARAT)
PUISI...
MENYESAL (AKU)
Sam Surya (Kelas XII IPA)

Semasih masa kanak-kanak, engkau membuat gembira
Saat itu pula kau berkarya segiat-giatnya
Sehingga engkau dikenal banyak anak lainnya
Walau saat itu kau hanya makan nasi ditabur garam
Tidak pernah membuat mukamu menjadi masam
Bahkan yang terlihat hanya lekuk senyum
Waktu bekerja, kini engkau memandang sebagai pemuda gagah
Langit cerah dan alat kompasmu tak berubah…
Karena itulah, logam bertulis, kepadamu bersimbah
Bilamana engkau mencapai paruh baya saat ini
Kini kompas itu meronta di bawah kaki
Lalu kaki kirimu ke kiri dan kaki kananmu ke kiri
EMntang-mentang sudah bersayap agak mantap
Kau biarkan Lumpur berhinggap
Sehingga membuat tubuhmu terjerembab
Kini, supaya dapat bekerja hidupnya, makanan pengawet disantapnya juga sehingga rusaklah organ tubuhnya. Karena itu, sulitlah kembali bekerja.


CINTA DIMAKI

(NELES KUM—XII IPS-B)

Merayap di terik matahari
Sepi termengah kian merobek hati
Dua jejoli kini berseberangan
Dahaga kelopak mata berkedip
Tetesan air membasahi pipi
Terik matahari menyingkirkan hujan
Kesepian mengembara melampaui jiwa
Merinding betapa beratnya batu
Tak kusangka berat pula pasir
Adalah lebih berat daripada keduanya sakit hati
Terkerupuk termengah hati ini
Mengingat akan cinta pertama

Feature...
INGIN CEPAT TAPI MALAH LAMBAT

Chhiiiiiiit.....Jeder! Debraaak!
Tabrakan itu terjadi tepat di depan mata saya. Kecelakaan yang cukup mengerikan yang pertama kali saya lihat secara langsung sepanjang hidup saya. Bagaimana keadaan si korban?
Sore itu saya dan istri tercinta saya baru pulang dari kota Pasuruan. Kami meninggalkan rumah orang tua, yang terletak di Jalan Panglima Sudirman Gang 7, sekitar pukul 17.30 WIB. Pada waktu itu, entah mengapa, hari sudah mulai gelap. Mungkin sudah begitulah bumi ini, sesuai dengan perputarannya, kadang cepat gelap walaupun cuaca tidak buruk. Dengan mengendarai Kawasaki atau Kaze R 110 cc, kami melaju menembus cuaca yang agak gelap dan angin kencang. Saya tidak terlalu kencang kalau membawa motor. Rata-rata 70 km/jam. Kekasih hati saya duduk tenang di belakang. Sesekali kami bercerita untuk menghilangkan kebosanan. Dan jika sedang berbicara, tentu saja kecepatan harus saya kurangi agar suara saya dapat di dengarnya.
Jarak Pasuruan-Purwodadi kurang lebih 30 km. Waktu tempuh antara 30 sampai 45 menit, tergantung kecepatan atau situasi di jalan raya. Setelah kurang lebih 20 menit perjalanan, kami hampir tiba di Purwosari. Menurut tafsiran saya, sekitar 5 menit lagi, kami pasti sudah tiba di Purwosari. Jadi, mungkin kami sudah berada di wilayah Purwosari.
Dengan santai motor kami terus bergerak mendaki. Tiba-tiba sebuah sepeda motor Honda menyalib kami dengan kencang. Cukup membuat saya terkejut alang kepalang karena saya sedikit melamun. Belum hilang kekagetan saya, satu motor Honda lagi ikut menyalib dengan kencang juga. Saya perhatikan, rupa-rupanya mereka sedang ngebut berlomba. Dan kelihatannya mereka sudah saling kenal. Dari cara mereka berkendara, saya menarik kesimpulan, mereka agaknya tergesa-gesa. Ingin cepat sampai di tujuan. Kemana tujuan mereka? Dalam hati saya berkata, Hati-hati, Mas. Tapi saya sedikit tidak terima. Mereka menyalib seakan-akan menantang Kawasaki tunggangan kami. Saya ingin membuktikan bahwa Kaze R tidak kalah dengan Honda. Dengan semangat saya tambah gas. Istri saya sempat mengingatkan agar tidak usah terpancing. Tapi saya tidak peduli. Kedua sepeda motor itu hampir bisa kami kejar ketika sebuah mobil pick up, dari arah yang berlawanan, hendak menyalib sebuah mobil lain di depannya. Jika kita berkendara, kita harus selalu siaga. Mata harus lihai untuk menatap ke depan, baik jarak dekat maupun jauh, serta melirik ke kaca spion. Pendengaran perlu juga dipertajam untuk mendengar suara-suara kendaraan ataupun klakson. Penalaran pun tidak kalah pentingnya untuk melihat gerak-gerik kendaraan lain atau pada saat kita hendak menyalib kendaraan orang. Feeling harus kuat. Dan harus memiliki gerak reflek yang cepat.
Pada saat itu, melihat gelagat pengendara sepeda motor dan mobil pick up, saya sudah merasa akan terjadi kecelakaan. Maka kecepatan saya kurangi, dari 90 km/jam menjadi 60 km/jam, bahkan lebih kurang lagi. Saya menginjak rem tentu saja. Dan benar. Tabrakan pun terjadi. Tapi bukan motor dengan mobil, melainkan motor dengan motor. Sesama motor yang ngebut dan tidak hati-hati tadi. Sewaktu mobil pick up menyalib mobil di depannya, pengendara motor yang berada di belakang, agaknya tidak memiliki feeling atau nalar yang kuat. Dan saya yakin, pandangan matanya pun kurang fokus. Saya melihat, pengendara motor yang berada di depan sudah memperlambat kecepatannya. Keputusan yang tepat. Tetapi yang satu lagi, malah mau mencoba untuk mengejar ketertinggalannya. Bisa Pembaca bayangkan, dia kaget luar biasa. Saya yakin jantungnya berdebar kencang saat itu. Karena panik, dia banting stir ke kiri. Tapi jaraknya dengan temannya sudah sangat dekat. Maka, DEERR! Mereka jatuh terguling-guling mencium aspal. Saya tidak berani mengambil risiko. Maka mereka kami tinggalkan begitu saja. Saya tahu ini sikap yang kurang baik. Tapi ya, Tuhan, ampunilah kami. Semoga segera ada orang lain yang menolong. Sekitar 10 menit lagi kami akan sampai di rumah, di kompleks Sekolah Lanjutan Advent Purwodadi. Di sepanjang jalan mendekati rumah, saya selalu berpikir, untuk mencapai tujuan itu memang tidak mudah. Kadang kita harus menghadapi berbagai rintangan, tantangan, dan cobaan. Untuk itu kita perlu mempersiapkan dan membekali diri. Yang terutama kita harus berdoa, pasrah kepada-Nya, di samping berusaha dengan baik. Kadang kita ingin cepat sampai di tujuan, ingin cepat meraih apa yang kita dambakan, tapi malah lambat karena kita tidak berhati-hati, tidak mempunyai pandangan yang terarah, mau enaknya sendiri.
Semoga saya dan Pembaca mengambil hikmahnya.
(GIBSON HUTABARAT)